Nama : Isye Siti Sarah
NPM : 23211746
PENDEKATAN
kebutuhan pokok (pendekatan K-P) untuk pembangunan menarik perhatian kalangan
pejabat pemerintah, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis
terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang
terutama dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata. Artinya,
lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan lebih menguntungkan
penduduk kota.
Masalah
kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian
pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan
tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen
tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi
hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk
mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan
antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan
untuk memperbaiki posisi mereka.
Masalah kemiskinan merupakan salah
satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara
manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan
kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran.
Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi
pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang
miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan
pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan
daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki
posisi mereka
Tujuannya
itu adalah :
1.
Mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin menurut daerah perkotaan dan
pedesaan.
2. Mengetahui karakteristik rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut daerah perkotaan dan pedesaan.
3. Mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan secara nasional menurut daerah perkotaan danpedesaan.
4. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
5. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain, seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia
2. Mengetahui karakteristik rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut daerah perkotaan dan pedesaan.
3. Mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan secara nasional menurut daerah perkotaan danpedesaan.
4. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
5. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain, seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia
Pendekatan
kebutuhan pokok disambut baik oleh kalangan luas, sewaktu gagasan ini secara
resmi diajukan pada Konperensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di tahun 1976. Namun di pihak lain
banyak juga kritik dilontarkan terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering
dilontarkan terhadap pendekatan K-P adalah bahwa pendekatan ini hanya
mengutamakan konsumsi dan bukan investasi. Karena itu menghambat pertumbuhan
ekonomi. Dikatakan pula bahwa pendekatan K-P pada dasarnya merupakan suatu
usaha untuk menciptakan 'negara kesejahteraan' welfare state di negara
berkembang, yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Berarti
Realokasi Pendekatan K-P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok
seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi.
Karenanya ia berbeda dari model pertumbuhan kapitalis maupun Marxis. Keduanya
mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat
konsumsi. Kesan bahwa pendekatan K-P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi
kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan
kebutuhan pokok dapat tercapai melulu melalui redistribusi pendapatan dan
kekayaan yang ada. Seolah-olah tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Namun keliru sekali jika orang mengira bahwa pendekatan K-P merupakan model
pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang
dan jasa kebutuhan pokok. Diharapkan, bahwa dengan produksi barang dan jasa
kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, kemiskinan absolut (dalam arti
kata terdapatnya sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu)
dapat dihapuskan. Di samping itu juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu
ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antar golongan. Dengan
demikian maka pelaksanaan strategi K-P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan
ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi
reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan
distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula
realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya,
prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern,
yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil.
Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok
yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. Pilihan
Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa
strategi K-P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi
itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, dan bukan barang modal.
Juga dianggap mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang
dan bukan teknologi modern yang padat modal. Strategi K-P memang menekankan
produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun
komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik
produksi yang digunakan di sesuatu negara, akan tergantung pada kondisi khas
yang terdapat di negara itu. Karena ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa
strategi K-P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate
teknologi). Atau, dalam kata-kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi
yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya teknologi
baru, yang disesuaikan dengan kondisi khas di sesuatu negara dan yang menunjang
pelaksanaan strategi K-P. Dengan begitu strategi K-P tidak berarti penggantian
menyeluruh teknologi padat-modal dengan teknologi padatkarya. Di suatu negara
berkembang mungkin ada kondisi, yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi
padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya.
Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal
dan padat karya. Ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan
keuntungannya bagi masyarakat --syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai
ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini maka
teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang, dalam hal penggunaannya
efisien dan menguntungkan masyarakat.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1978/11/18/KL/mbm.19781118.KL73266.id.html
http://mamujukab.bps.go.id/index.php/blokberita/159-kemiskinan
0 komentar:
Posting Komentar