BAB 1. Pengertian
Hukum & Hukum Ekonomi
1. Pengertian
Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang
politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai
perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum
pidana yang berupayakan cara
negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja
bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
2. Tujuan
Hukum & Sumber-sumber Hukum
Tujuan Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
Dalam perkembangan fungsi hukum terdiri dari :
a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang
Hukum mempunyai sifat memaksa
Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan. Disini hukum dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d. Sebagai fungsi kritis
Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
Sumber-sumber hukum Material
Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu :
Undang-undang (statute)
Kebiasaan (costum)
Keputusan-keputusan hakim
Traktat (treaty)
Pendapat Sarjana hokum (doktrin)
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
Dalam perkembangan fungsi hukum terdiri dari :
a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang
Hukum mempunyai sifat memaksa
Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan. Disini hukum dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d. Sebagai fungsi kritis
Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
Sumber-sumber hukum Material
Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu :
Undang-undang (statute)
Kebiasaan (costum)
Keputusan-keputusan hakim
Traktat (treaty)
Pendapat Sarjana hokum (doktrin)
3. Kodifikasi
Hukum
kodifikasi hukum adlah pembukuan
secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan
timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di
Perancis).
Unsur-unsur
dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk
memperoleh:
a.
Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
Contoh
kodifikasi hukum Di Indonesia :
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
4. Kaidah/Norma
Kaidah atau Norma
Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan bermasyarakat yang rukun dan saling menghargai. Contoh jenis dan macam norma :
Sopan Santun
Agama
Hukum
Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan bermasyarakat yang rukun dan saling menghargai. Contoh jenis dan macam norma :
Sopan Santun
Agama
Hukum
5. Pengertian
Ekonomi & Hukum Ekonomi
Ekonomi – yang berasal dari bahasa
yunani οἰκονομία/oikonomia yang artinya “manajemen rumah tangga”. Ekonomi
merupakan aktivitas manusia yang melibatkan produksi, distribusi, pertukaran
dan konsumsi barang dan jasa. Namun, kata ekonomi memiliki banyak arti. Ekonomi
adalah konsep yang dipelajari oleh ekonom, yang bertumpu pada teori ekonomi dan
manajemen untuk pelaksanaannya.
Ekonomi merupakan hasil dari
organisasi secara internal untuk lebih efisien, yang disebut dengan
perekonomian domestik. Semakin rendah biaya berarti semakin meningkat
keuntungan perusahaan, yang disebut sebagai skala ekonomi. Ekonomi yang
merupakan akibat dari fenomena luar agen pengambilan keputusan disebut ekonomi
eksternal.
Terdapat beberapa pengertian hukum
ekonomi, antara lain:
Hukum ekonomi menurut Rochmat
Soemitro adalah:
“Keseluruhan norma atau kaidah hukum yang dibuat oleh
pemerintah atau otoritas penguasa sebagai sebuah personifikasi dari masyarakat
yang mengatur kehidupan ekonomi, dimana kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat saling berhadapan satu sama lain.”
Hukum ekonomi menurut Sunaryati
Hartono adalah:
“ Keseluruhan kaidah dan putusan hukum yang secara
khusus mengatur kegiatan perekonomian di Indonesia.”
Lebih lanjut lagi Sunaryati Hartono
berpendapat bahwa hukum ekonomi merupakan penjabaran atas hukum ekonomi
pembangunan dan hukum ekonomi sosial. Dengan demikian, hukum ekonomi
sesungguhnya memiliki dua aspek penting antara lain:
·
Pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi;
·
Pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan
ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat luas.
SUMBER :
BAB 2. Subyek dan Obyek Hukum
1.
1. Subyek
Hukum :
Subyek hukum ialah pemegang
hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi
subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik
tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum
(perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat
diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
a. Manusia
(naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah
menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita
pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia
dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada
dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan
atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh
hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka
dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu
oleh orang lain. seperti: 1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau
belum menikah. 2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit
ingatan, pemabuk, pemboros.
b. Badan
Usaha (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri
dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga
mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum
sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan
yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan,
tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat
dibubarkan.
2. Obyek
Hukum :
Objek Hukum adalah
segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi pokok suatu
hubungan hukum bagi para subjek hukum.
( contoh: benda yang mempunyai nilai ekonomis merupakan objek hukum).
Objek hukum merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang
menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh subjek hukum. Obyek
hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu
yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok
permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang
dapat menjadi obyek hak milik.
a. Benda
bergerak/ tidak tetap,
berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda
yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
·
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal
509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan
yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·
Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda
bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda
bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan
terbatas.
b. Benda
tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
·
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni
tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon,
tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni
mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi
yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan
benda pokok.
·
Benda tidak bergerak karena ketentuan
undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak
misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai
atas benda tidak bergerak dan hipotik.
3. Hak
Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan
yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang
melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi
kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi
terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
a. Jaminan
Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132
KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda
tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan
Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus
merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak
tanggungan, dan fidusia.
Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata
disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang
bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya
untuk menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan
kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu
dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan
biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan.
SUMBER :
BAB 3. Hukum Perdata
1
1.
Hukum
Perdata yang Berlaku Di Indonesia
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang
hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
·
Buku I tentang Orang;
mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus
untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak
berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
·
Buku II tentang
Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain
hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi
(i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu
benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian
mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
·
Buku III tentang
Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai
sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
·
Buku IV tentang
Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya
batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
2.
Sejarah
Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di
Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental
berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum
kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
3.
Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
PENGERTIAN
HUKUM PERDATA
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam
masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil
dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum di
Indonesia
Mengenai
keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna.
Penyebab
dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman
Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia terdiri dari berbagai
suku bangsa.
2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita
lihay, yang pada pasal 163.I.S, yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga
Golongan, yaitu:
a.
Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b. Golongan Bumi Putera (pribumi/bangsa
Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.
Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
4.
Sistematika
Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika
Hukum perdata menurut BW itu ada 4 buku :
Buku I : Tentang Orang (Van Person) , memuat
hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Tentang Benda (Van Zaken) , memuat
hukum benda dan hukum waris.
Buku III : Tentang Perikatan (Van
Verbintenissen) , memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV : Tentang Pembuktian dan Daluarsa
(Bewijs En Verjaring) , memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Ada 4 isi KUHPER :
1)
Hukum Perorangan (Personen Recht) yang memuat antara lain :
a. Peraturan-peraturan tentang manusia
sebagai subjek hukum, dan
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan
untuk memilliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya
itu
2)
Hukum Keluarga (Famillie Recht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum
harta kekayaan antara suami istri
b. Hubungan antara orang tua dan
anak-anaknya(kekuasaan orang tua)
c.
Perwalian (Voogdij)
d.
Pengampuan (Curatele)
3) Hukum Harta Kekayaan (Vermogens Recht)
yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dinilai denga uang. Hukum
harta kekayaan meliputi :
a.
Hak mutlaq, yaitu Hak-hak yang berlaku pada tiap-tiap orang
b. Hak Perorangan, yaitu hak-hak yang hanya
berlaku pada tiap-tiap orang, seseorang, atau pihak tertentu saja
4) Hukum Waris (Erf Recht) yang mengatur
benda atau kekayaan seseorang, jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang)
SUMBER :
BAB 4. Hukum
Perikatan
1. Pengertian
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.
Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia.
Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap
orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat
berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya
lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya;
letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah
yang bersusun (rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undangatau oleh masyarakat sendiri
diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi
antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika
dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau
peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukumharta kekayaan (law of
property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang
hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
2. Dasar
Hukum Perikatan
Dalam pembahasan mengenai dasar
hukum ini berkenaan dengan ketentuan pasal 1233 BW, saya akan memberikan
paparan yang menurut pandangan saya penting dalam suatu perikatan, yaitu dasar
hukum tentang syarat – syarat sahnya suatu perikatan.
Dasar hukum yang menjadi acuan
syarat – syarat sahnya suatu perikatan adalah pasal1320 BW, yaitu sebagai
berikut :
1. sepakat
2. cakap
3. suatu hal
tertentu
4. sebab yang
diperbolehkan
Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut :
Sepakat
Perikatan akan terjadi apabila ada kesepakatan antara
para pihak.
Cakap
Cakap merupakan suatu syarat bagi para pihak untuk
melakukan perikatan. Cakap di sini adalah berhubungan dengan kedewasaan. Dalam
hal ini terjadi bermacam – macam takaran umur (perbedaan) yang menyatakan bahwa
seseorang telah dewasa atau belum ditinjau dari peraturan perundang – undangan
yang berlaku di Indonesia.
Suatu hal
tertentu
Hal ini menyangkut dengan obyek perikatan, misalkan :
Jual beli rumah, jual beli motor, sewa menyewa rumah, dan lain – lain.
Sebab yang
diperbolehkan
Berkenaan dengan isi suatu perikatan (perjanjian),
yaitu tidak boleh melanggar undang – undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Syarat nomor 3 dan nomor 4 di atas disebut syarat
obyektif yang apabila tidak terpenuhi, maka perikatan tersebut batal demi hukum
(nietig).
3. Azas-azas
dalam Hukum Perikatan
·
Asas
Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
·
Asas
Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
·
Asas
Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Perikatan
diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III
KUH Perdata bersifat :
a.
Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak
bertentangan dengan
undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
4. Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
wanprestasi adalah tidak
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan yang timbul karena
perjanjian.
Sedangkan Perbuatan melawan hukum
dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa gugatan dikarenakan melanggar
perikatan yang lahir dari UU.
Dari pengertian di atas antara
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, maka dapat ditemukan suatu batasan di
antara keduanya yaitu sebagai berikut :
1. Dikatakan
merupakan wanprestasi, apabila salah satu pihak melanggar ketentuan yang telah
diperjanjikan dalam perikatan tersebut.
Contohnya : debitur tidak melakukan pembayaran hutang
kepada kreditur
Dikatakan merupakan perbuatan melawan hukum
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, yaitu gugatan yang dapat dilakukan
dikarenakan melanggar perikatan yang lahir karena UU. Dalam hal ini contoh
sederhananya adalah sebagai berikut : “ seorang pemilik kambing dapat digugat
dikarenakan kambing yang dimilikinya lepas dan merusak rumah seseorang /
tetangganya.”
Oleh karena itu, dengan memperhatikan contoh di atas,
dapat dipahami bahwa tidak harus ada perjanjian, melainkan suatu
perikatan dapat timbul karena Perbuatan Melanggar Hukum (sehingga UU
menyaratkan adanya perikatan)
1. tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. melaksankan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3. melakukan
apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mengenai
perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan,
jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu
harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan,
maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas.
Sanksi yang
dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu:
1. membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi;
2. pembatalan
perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3. peralihan
resiko;
4. membayar
biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
5. Hapusnya
Perikatan
Hapusnya
perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan :
a. Karena
pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
c. Karena
pembaharuan hutang
d. Karena
perjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena
pencampuran utang
f. Karena
pembebasan utang
g. Karena
musnahnya barang yang terutang
h. Karena
batal atau pembatalan
i. Karena
berlakunya syarat pembatalan
j. Karena lewat awktu atau daluarsa
SUMBER :